Selasa, 02 Desember 2008

Penyakit kulit pada perempuan

Perempuan merupakan kelompok berisiko HIV yang tumbuh paling cepat di AS. Kurang lebih 26 persen kelompok yang terinfeksi HIV di negara itu adalah perempuan. Banyak penyakit kulit yang mempengaruhi perempuan yang umumnya berkaitan dengan HIV atau AIDS dan sering kali diobati sebagai masalah tersendiri daripada petunjuk untuk tes HIV.

Berbicara pada pertemuan tahunan 2000 American Academy of Dermatology di San Francisco, AS, ahli dermatologi Dr. M. Joyce Rico, membahas masalah sekitar penyakit kulit dan pengobatan yang tepat untuk perempuan yang terinfeksi HIV.

Ahli dermatologi, yang ahli dalam mengobati infeksi menular seksual (IMS), sering kali mengamati penyakit kulit yang umum seperti infeksi jamur vagina yang berulang sebetulnya bisa menjadi tanda awal infeksi HIV. Perempuan dan dokter cenderung mengobati infeksi jamur tanpa mengetahui bahwa infeksi jamur berulang mungkin merupakan tanda dari sistem kekebalan yang rusak. Obat oral mungkin diperlukan untuk infeksi jamur ini, daripada salep tanpa resep.

Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa 37 persen pasien yang pada awalnya mengalami infeksi jamur vagina yang berulang akhirnya mencari perawatan untuk HIV. Beberapa penyakit kulit terjadi begitu sering pada perempuan yang terinfeksi HIV sehingga penyakit tersebut sekarang dianggap sebagai tanda penyakit HIV. Herpes zoster, kandidiasis oral, leukoplakia oral berbulu (penyakit tidak lazim yang menyebabkan lapisan tipis, putih, dan berbulu halus biasanya pada lidah), dan moluskum kontagiosum (infeksi dipermukaan kulit yang disebabkan virus), di antaranya merupakan penyakit yang sering menyebabkan ahli dermatologi menganjurkan tes HIV kepada pasien.

“Sampai saat ini belum banyak perhatian terhadap hubungan antara penyakit kulit dengan infeksi HIV pada perempuan,” kata Dr. Rico. Perempuan tertular HIV terutama melalui hubungan heteroseksual. Perempuan yang terinfeksi IMS seperti herpes simpleks, sifilis, atau kutil pada kelamin (human papilloma virus/HPV) juga mempunyai risiko lebih tinggi terhadap infeksi HIV. Dalam satu penelitian, 24 persen perempuan yang terinfeksi HIV juga terinfeksi dengan tiga atau lebih jenis HPV. Jenis HPV tertentu juga menyebabkan kanker leher rahim. Perempuan yang terinfeksi HIV juga berisiko lebih tinggi terhadap kanker leher rahim karena kerusakan sistem kekebalannya. Perempuan dengan HIV mempunyai kejadian kanker leher rahim yang tinggi dan 50 persen kambuh setelah diobati. Walaupun jarang, karsinoma leher rahim invasif merupakan penyakit yang didefinisikan AIDS.

Satu pengecualian yang penting di antara laki-laki dan perempuan yang terkait dengan penyakit kulit adalah prevalensi yang rendah dari sarkoma Kaposi (KS), suatu bentuk kanker kulit yang jarang pada perempuan. Ukuran lesi KS mencakup dari kepala peniti sampai seukuran uang logam dan tidak sakit bila disentuh. KS muncul di mana-mana pada kulit atau dalam mulut sebagai lesi berwarna merah jambu, ungu, merah tua, atau coklat yang seringkali keliru dianggap gigitan serangga, tahi lalat, atau memar. Kanker ini secara keseluruhan berkembang pada kurang lebih 15 persen kasus HIV/AIDS, dan kurang dari 2 persen kasus ini berkembang pada kelompok perempuan. “Secara keseluruhan, pengobatan untuk penyakit kulit ini tidak berbeda pada laki-laki dan perempuan,” kata Dr. Rico. “Kita telah memasuki masa di mana orang berpikir kalau kita mempunyai bermacam-macam obat baru yang bagus sehingga HIV bukan lagi merupakan ancaman. Kenyataannya masih banyak kematian dan kesakitan yang berkaitan dengan HIV dan AIDS.”

“Semakin dini perempuan didiagnosis, semakin cepat ia mendapat perhatian medis yang ia perlukan. Walaupun ada kemajuan dalam pengobatan HIV, perempuan yang terinfeksi HIV kurang mendapat perawatan yang tepat dibanding laki-laki. Dengan memberikan perhatian terhadap beberapa tanda dermatologi, seorang perempuan mungkin dengan segera bisa mendapatkan bantuan yang ia perlukan.”

0 komentar: